Ilustrasi. Foto: penelusuran Google.

Transparansi Tender Indonesia (TTI) mengingatkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk lebih berhati-hati dalam memilih metode penunjukan Penyedia Barang dan Jasa (PBJ) melalui e-purchasing. Dalam e-katalog barang dan jasa konstruksi, terdapat dua metode yang dapat digunakan, yaitu negosiasi dan mini kompetisi. 

“Namun, penggunaan metode negosiasi berpotensi membuka celah praktik korupsi,” ujar Koordinator TTI, Nasruddin Bahar, dalam keterangannya, Kamis, 3 April 2025.

Menurut Nasruddin, meskipun Epurchasing mempermudah proses pengadaan barang dan jasa, metode negosiasi masih menyisakan peluang pengaturan pemenang. PPK bisa saja melakukan negosiasi offline sebelum mengklik barang yang dibutuhkan dalam sistem. 

“Jika barang yang dipesan baru tayang dalam hitungan jam atau hari, ada indikasi persekongkolan,” ujar Nasruddin.

Nasruddin menjelaskan, pada pengadaan barang yang umum, seperti komputer, laptop, dan barang elektronik lainnya, negosiasi dianggap lebih sederhana karena banyak penyedia yang menawarkan produk serupa. Namun, untuk pengadaan barang dengan nilai di atas Rp1 miliar, ia menyarankan agar PPK menggunakan metode mini kompetisi. 

Mini kompetisi dinilai lebih transparan karena PPK harus mengumumkan spesifikasi teknis secara lengkap dan menentukan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) yang telah ditetapkan sesuai dengan nama paket pekerjaan.

Menurut Nasruddin, dalam metode mini kompetisi, PPK memberikan waktu pemasukan penawaran minimal tiga hari kerja. Penyedia barang kemudian dapat memilih wilayah yang diinginkan dan mengajukan penawaran berdasarkan spesifikasi teknis yang ditetapkan. 

Menurut Nasruddin, saat pembukaan penawaran, sistem secara otomatis akan mengurutkan penawaran berdasarkan harga terendah. PPK hanya perlu memilih penawaran terendah, kecuali ada harga yang tidak wajar, yang harus disertai justifikasi dalam sistem.

“Mini kompetisi lebih aman karena proses evaluasi dilakukan oleh sistem, bukan oleh individu. Jika PPK memilih pemenang yang bukan penawar terendah tanpa alasan yang jelas, sistem akan memberikan peringatan,” kata Nasruddin.

Maraknya penggunaan e-purchasing dalam pengadaan barang dan jasa memang mempercepat proses administrasi. Namun, risiko korupsi dalam metode negosiasi tetap harus diwaspadai. Oleh karena itu, Nasruddin berharap Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) berperan aktif dalam melakukan probity audit terhadap penawaran yang mencurigakan. 

“APIP telah diberikan ID khusus untuk dapat memantau proses pemilihan penyedia melalui metode e-purchasing,” ujar Nasruddin.

Salinan ini telah tayang di https://www.rmolaceh.id/tti-awas-jebakan-korupsi-dalam-e-katalog-v60p-untuk-pbj |