LENSAPOST.NET – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menuai kecaman usai menyatakan akan menyurati Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh dan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) terkait pemanggilan Kelompok Kerja (Pokja) pengadaan.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap proses hukum yang tengah berjalan.
Langkah reaktif Ketua DPRA tersebut dipandang publik sebagai sinyal tidak sehat dari pucuk pimpinan legislatif. Di tengah upaya aparat penegak hukum mengusut dugaan praktik kotor dalam pengadaan barang dan jasa, reaksi cepat Ketua DPRA justru menimbulkan tanda tanya.
“Ketika aparat bekerja memberantas korupsi, yang bersih seharusnya mendukung, bukan malah menghalangi. Reaksi Ketua DPRA yang terlihat ‘kebakaran jenggot’ justru menimbulkan kecurigaan—apakah ada rekannya yang terlibat dalam bayang-bayang kasus korupsi di Aceh?” ujar Isra Fu’addi, SH, Koordinator Gerakan Aktivis Kota (GASTA), Sabtu 12 Juli 2025.
Ia menegaskan bahwa lembaga legislatif seharusnya menjadi contoh dalam menjunjung supremasi hukum. Namun, tindakan Ketua DPRA justru dinilai mencerminkan kepanikan saat aparat mulai menyentuh area-area yang selama ini dianggap sensitif.
Ia menilai, tindakan menyurati aparat penegak hukum bisa dibaca sebagai tekanan terselubung. Ini berbahaya bagi integritas Lembaga.
Lebih lanjut, Isra mengingatkan bahwa kondisi internal DPRA sedang tidak baik-baik saja. Citra lembaga itu saat ini dibayangi oleh sejumlah isu, mulai dari dugaan korupsi beasiswa, anggaran pokok-pokok pikiran (pokir), hingga proyek-proyek siluman.
“Kita harus percaya pada proses hukum dan memberi keleluasaan penuh kepada aparat. Jangan ada manuver untuk membungkam, mengintervensi, apalagi mengatur ritme penyidikan,” tegasnya.