BANDA ACEH – Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar, menanggapi kisruh penempatan dana pokir anggota DPRA dari Partai NasDem dimana beredar surat yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Partai NasDem yang mengarahkan beberapa anggota DPRA agar program pikir ditempatkan di Banda Aceh dan Aceh Besar, bukan di Dapil asal anggota DPRA terpilih.
Nasruddin mencontohkan Sutarmi, anggota DPRA dari Partai NasDem Daerah Pemilihan (Dapil) 4 ini pokirnya lebih banyak di wilayah Banda Aceh. Padahal Sutarmi terpilih dari wilayah pemilihan Aceh Tengah dan Bener Meriah.
“Begitu juga Zamzami, anggota DPRA yang terpilih dari Dapil 9 meliputi Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam dan Aceh Singkil, dari informasi yang beredar Zamzami mengusulkan 7 kegiatan dalam pokirnya, tapi yang diakomodir oleh pimpinan Fraksi NasDem hanya 2 kegiatan pada Dapilnya, selebihnya 5 kegiatan lagi di tempatkan di Kota Banda Aceh,” kata Nasruddin, Kamis, 24 April 2025.
Jika merujuk kepada mekanisme usulan dana pokir anggota DPR, kata Nasruddin, maka program harusnya muncul dari proses Musrenbang yang dimulai secara berjenjang dari Kecamatan, Kabupaten/Kota, kemudian Provinsi. Usulan kegiatan yang dibawa ke Musrenbang, kata Nasruddin, misalnya untuk kegiatan APBA 2025 untuk paket pokir diusulkan dari kebutuhan Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing begitu seterusnya.
Jika melihat fenomena yang terjadi pada pokir anggota DPRA dari Partai NasDem, kata Nasruddin, maka sungguh sangat bertolak belakang dari kemauan masyarakat di daerah pemilihan masing-masing. Nasruddin mengatakan, seharusnya pimpinan Fraksi tidak berhak melakukan intervensi kegiatan yang diusulkan oleh anggotanya sesuai dengan kebutuhan daerah pemilihan dimana anggota dewan tersebut terpilih.
“Bagaimana mempertanggungjawabkan jika masyarakat daerah pemilihannya mempertanyakan proyek apa saja yang diperjuangkan selama ini,” ucap Nasruddin.
Dari kasus tersebut, kata Nasruddin, terlihat jelas usulan kegiatan dari pokok-pokok pikiran (pokir) anggota dewan tidak sesuai prosedur dan mekanisme yang diatur dalam undang-undang.
Menurut Nasruddin, dari kejadian tersebut terlihat kekuasan pimpina Fraksi sangat dominan dengan alasan usulan masyarakat kepada fraksinya. Padahal, lanjutnya, setiap daerah pemilihan sudah terwakilkan kepada anggota dewan yang berasal dari Dapil masing-masing.
“Kenapa mesti menampung lagi usulan masyarakat ke fraksi, itukan alasan mengada-ada. Kemudian dalam program pokir anggota DPRA terlihat banyak program dari SKPA, bukan berasal dari usulan murni masyarakat. Program dari SKPA datang anggota DPRA numpang nama untuk kegiatan pokir. Modus seperti ini sudah setiap tahun terjadi, makanya tidak heran jika ada kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan masyarakat tapi tiba-tiba masuk paket pokir dewan,” kata Nasruddin.
“Sudahlah hal-hal konyol seperti ini jangan terus terjadi, kejadian yang sama juga terjadi pada partai partai lainnya, cuma bedanya belum terungkap ke publik. Kegiatan pokir tidak murni berasal dari bawah sebagaimana yang diatur undang-undang, Musrenbang hanya sekedar legalitas belaka seolah-olah kegiatan pokir sudah melalui proses yang benar, jika berani jujur coba dibuka satu persatu paket usulan pokir, apakah ada yang diusulkan oleh masyarakat melalui Musrenbang, pasti pada umumnya kegiatan rutin SKPA ditumpangi nama anggota Ddewan berlagak usulan pokir,” sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, unsur pimpinan Fraksi Partai NasDem di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh diduga mengintervensi distribusi Pokok-pokok Pikiran (Pokir) anggotanya. Hal tersebut diketahui dari surat yang beredar tentang distribusi Pokir Anggota Fraksi NasDem, yang ditandatangani oleh Ketua Nurchalis dan Heri Julius selaku sekretaris.
Usulan partai melalui Sutarmi, misalnya. Pokok pikiran (Pokir) Anggota Fraksi NasDem di DPR Aceh yang berasal dari daerah pemilihan (Dapil) Aceh 4 tersebut terlihat lebih banyak diarahkan ke wilayah Banda Aceh, terutama untuk proyek fisik di bawah SKPA Dinas Perkim.
Dari daftar usulan yang diajukan Sutarmi, unsur pimpinan Fraksi NasDem DPR Aceh juga hanya mengakomodir lima item yang disetujui. Dari lima item tersebut, hanya satu paket berupa pelatihan bimbingan teknis dan pendamping ekonomi kreatif Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah yang cenderung berpihak pada Dapil asal Sutarmi.
Begitu pula dengan usulan Pokir milik Martini, yang sejatinya merupakan Bendahara Fraksi Partai NasDem di DPR Aceh. Dalam daftar usulan yang diajukan Martini, terdapat satu proyek fisik yang diarahkan ke Nagan Raya. Padahal seperti diketahui, Martini merupakan anggota legislatif DPR Aceh yang terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh 6.
Kemudian ada Zamzami yang merupakan anggota legislatif dari Dapil 9. Zamzami hanya diusulkan dua item untuk daerah dapilnya yakni di Aceh Selatan. Sedangkan lima usulan item Pokir lainnya masuk ke Kota Banda Aceh dan Aceh Besar.
Dua kader NasDem lainya juga mengalami hal yang sama. Syamsuri dari Dapil 7 dan Syahrul Nurfa dari Dapil 2, mereka diusulkan oleh fraksi agar mendistribusikan Pokir ke Kota Banda Aceh. Padahal usulan tersebut sangat tidak sesuai dengan Dapil mereka terpilih.
Dari kelima kader tersebut, mereka diusulkan mendistribusikan Pokir masuk ke Dapil 1 yang mencakup Kota Banda Aceh, Aceh Besar dan Kota Sabang. Dimana, Dapil 1 merupakan daerah pemilihan dari Sekretaris Partai NasDem, yang kini menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Partai NasDem di DPRA, Heri Julius.***
Salinan ini telah tayang di https://www.ajnn.net/.