Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar mengkritik kinerja Satuan Kerja (Satker) Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah III Provinsi Aceh, terkait belum rampungnya pengerjaan proyek jalan Geumpang – Pameu.
Nasruddin mengungkapkan, tender proyek jalan Geumpang – Pameu dimenangkan oleh PT.PPM dengan nilai kontrak Rp.236.358.719.200,- . Pekerjaan tersebut dimulai dari tahun anggaran 2022-2023 dengan pagu Rp.295 Miliar menggunakan kontrak tahun jamak (MYC).
“Seharusnya tahun 2024 sesuai kontrak pekerjaan, jalan Geumpang – Pameu sudah selesai dikerjakan, tapi faktanya masih ada sekitar lebih kurang 8 Km (Kilometer) belum beraspal dan ada yang masih dalam proses pengerjaan, sehingga ketika hujan turun badan jalan sudah mulai rusak digerus hujan,” ujar Nasruddin Bahar dalam keterangannya, Sabtu, 5 April 2025.
Menurut Nasruddin, penentuan pemenang tender sejak awal sudah sarat dengan masalah, dimana PT.PPM yang ditunjuk sebagai pemenang tender oleh Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan 48 Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Aceh mendapat sanggah dari peserta lain, yaitu PT.PP Persisi (Persero) pada tanggal 04 juli 2022 dan surat sanggah banding tanggal 12 juli 2022.
“Pokja Pemilihan 48 BP2JK Aceh menolak sanggah dan sanggah banding tidak diterima oleh KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) yaitu Kasatker PJN Wilayah III Provinsi Aceh,” ujar Nasruddin.
Lebih lanjut, Nasruddin mengungkapkan, dari hasil penelusuran proses evaluasi, TTI menemukan kejanggalan pada proses pembuktian klarifikasi yang dilakukan oleh Pokja Pemilihan 48, dimana pengalaman kerja yang diajukan oleh PT.PPM yang diduga palsu, tidak meminta keterangan tertulis dari PT Hutama Karya (Persero)/PT.HK, yang disebut pernah berkontrak dengan PT.PPM yaitu paket pembangunan jalan Tol Tebing Tinggi – Prapat dengan nilai kontrak Rp 229.709.597.756 tanggal 21 Maret 2018, Nomor kontrak 30/1018005401/714/III/2018.
“Pokja Pemilihan 48 BP2JK Provinsi Aceh hanya meminta keterangan tertulis dari saudara.Ir.I.Made Oka yang dianggap menandatangani kontrak mengwakili PT.Hutama Karya (persero),” ujar Nasruddin.
Kemudian, kata Nasruddin, PT.HK membalas surat PT.PP Persisi yang menanyakan keabsahan dokumen pengalaman kerja antara PT.HK dengan PT.PPM pada paket Pembangunan Jalan Tol Tebing Tinggi – Prapat. PT.Hutama Karya dalam surat nomor surat: DSU/Hn.662/UU.142/VII/2022 menjawab bahwa mereka tidak pernah berkontrak dengan PT.PPM pada Paket Pembangunan Jalan Tol Tebing Tinggi – Prapat dan tidak pernah tercatat di kantor PT.HK.
Namun, kata Nasruddin, meskipun PT.PP Persisi (Persero) mempunyai alat bukti yang kuat yaitu Surat pernyataan dari PT HK, tapi tetap saja jawaban sanggah banding tidak diterima sehingga jaminan sanggah banding wajib dicairkan sebesar jaminan yaitu 1 persen dari Harga Perhitungan Sendiri (HPS) lebih kurang Rp.2,9 Miliar.
“Kejanggalan tidak sampai hanya pada proses ditolaknya sanggah banding akan tetapi diduga terjadi kong kalikong sehingga jaminan sanggah banding diduga tidak dicairkan, padahal sesuai dengan Dokumen Pemilihan IKP BAB III nomor 35 poin 35.14 menyatakan bahwa apabila sanggah banding tidak diterima atau ditolak maka jaminan sanggah banding dicairkan dan disetor ke Kas Daerah/Negara,” ujar Nasruddin.
TTI sendiri, kata Nasruddin, berusaha menyurati Manajemen PT . HK tanggal 20 Desember 2024 menanyakan tentang keabsahan surat yang dikeluarkan oleh PT.HK Nomor DSU/Hn.662/UU.142/VII/2022 tanggal 11 juli 2022. Hasilnya, benar dikeluarkan secara resmi dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Menurut Nasruddin, pengakuan keabsahan surat PT.HK dikuatkan oleh Kuasa Hukum PT.HK yaitu Hendro Widodo, menjawab surat klarifikasi nomor 568/HWP/S-KEL/XII/2024 yang ditujukan kepada Lembaga TTI.
Nasruddin menjelaskan, peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 17 Tahun 2018 sebagai penjabaran dari Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 menyebutkan bahwa, dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam dokumen pemilihan, terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain dan terindikasi melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka dikenakan sanksi masuk daftar hitam LKPP Nasional selama 2 (dua) Tahun.
“TTI meminta Kepala BPJN Aceh selaku Pengguna Anggaran untuk menindaklanjuti kasus ini dengan harapan akan memberikan sanksi tegas sesuai dengan aturan yang berlaku,” pungkas Nasruddin Bahar.
Redaksi masih berusaha mendapatkan nomor kontak pihak BPJN Aceh, untuk menanggapi kritik dari TII tersebut.
Salinan ini telah tayang di https://www.rmolaceh.id/tti-soroti-belum-rampungnya-proyek-jalan-geumpang-pameu