Ilustrasi koruptor (Gambar: hukumonline.com).

Jakarta, Indonesiawatch.id – Praktik politik sandera yang menjadi jurus andalan di masa pemerintahan Jokowi, dalam rangka menggembosi lawan-lawan politiknya dan untuk memenuhi hasrat politik jahiliyahnya, menjadi tren politik dan penegakan hukum di Indonesia.

Fenomena politik sandera era Jokowi, sesungguhnya telah meruntuhkan pondasi orde reformasi yang ditopang oleh pilar demokrasi dan penegakan hukum, dalam tatanan supremasi sipil.

Menurut mantan penasehat KPK DR. Abdullah Hehamahua, era pemerintahan Jokowi, telah terjadi praktik kekuasaan negara yang kebablasan, mengakibatkan tergadainya orde reformasi yang sejatinya menjadi arah baru kehidupan berbangsa bernegara, dengan menjunjung tinggi hak-hak rakyat, selaku pemilik sah atas kedaulatan negara.

Instrumen penyelenggara pemerintahan, alih-alih bekerja untuk kemaslahatan rakyat, justru saling cakar demi meraih limbah pembangunan, mengakibatkan hasil pembangunan hanya dinikmati para oligarki dan pejabat negara.

Tergadainya orde reformasi, oleh prilaku tamak para penyelengga negara dan kelompok oligarki maupun cukong politik, mengakibatkan carut marut tata kelola keuangan negara dan semakin akutnya kasus mega korupsi.

Di awal pemerintahan Jokowi yang dikemas dengan “politik blusukan” dan konsep nawacita, ternyata ada scenario jahat dengan modus pembiaran praktek korupsi oleh para elite pemerintah, dalam rangka menggoalkan grand skenario politik sandera, demi meraih sasaran akhir merebut kursi Presiden tiga periode.

Alhamdulillah Tuhan berkehendak lain, Jokowi harus lengser ke prabon di akhir masa kekuasaanya pada periode kedua. Lengsernya Jokowi adalah kehendak Tuhan, maka siapapun yang menghalangi proses hukum Jokowi, adalah pengingkaran terhadap kehendak Tuhan.

Kini bom waktu yang ditinggalkan Jokowi, menjadi ancaman nyata bagi pemerintahan baru Presiden Prabowo. Utang negara yang telah membelit leher, masih bercokolnya antek-antek Jokowi dalam kabinet Prabowo, hambatan penanganan kasus korupsi, karena institusi penegak hukum masih dikendalikan centeng Jokowi, mulai dari KPK, Kejagung dan Polri.

Contoh kasus Harun Masiku adalah salah satu bom waktu yang dipasang Jokowi, memiliki daya ledak sangat kuat, dapat memporak porandakan kekuasaan Presiden Prabowo. Nampaknya perang terhadap korupsi, akan lebih banyak diselesaikan melalui jalur kompromi politik.

Tidaklah berlebihan jika penanganan kasus korupsi, sesungguhnya adalah maling vs maling atau jika dianalogikan dengan kalimat keren, kasus kasus korupsi diselesaikan melalui skema 2 in 1, pelaku dan petugas sama-sama penikmat uang rakyat.

Kini hanya kekuatan Presiden Prabowo sebagai pemilik kewajiban konstitusional, selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, bersama sama rakyat, sebagai garda terdepan menghadapi krisis multidimensional bangsa ini.

Memaafkan para koruptor, tidak menggugurkan tindak pidananya. Bahkan menurut UU Tipikor, memaafkan koruptor, adalah tindak pidana menghalang-halangi proses penegakan hukum. Mari kita sepakati untuk bersama-sama mencanangkan “Gerakan kejar koruptor hingga ke liang lahat”.

 

Sumber : Indonesia Watch (Sri Radjasa MBA – Pemerhati Intelijen)

Waktu : 30 Dec 2024 – 02:16 WIB

Salinan ini telah tayang di  : https://indonesiawatch.id/perang-terhadap-korupsi-maling-versus-maling/