Koordinator TTI, Nasruddin Bahar, di KPPU Medan, Sumatera Utara. Foto: Dok. TTI

BANDA ACEH – Transparansi Tender Indonesia (TTI) dipanggil untuk klarifikasi bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah I Medan pada Rabu, 23 Juli 2025. Klarifikasi ini menindaklanjuti laporan TTI terkait dugaan persekongkolan dalam tender pembangunan Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) senilai Rp 96 miliar.

“Di sana dibahas secara rinci termasuk indikasi persekongkolan, di mana penawaran pemenang tender mendekati HPS, yakni 99,39 persen, sangat tidak wajar,” kata Koordinator TTI, Nasruddin, Kamis, 24 Juli 2025.

Dalam pertemuan tersebut, Nasruddin memaparkan kronologis proses tender sejak awal, termasuk kegagalan tender pertama dan pelaksanaan tender ulang. TTI juga membahas proses penunjukan penyedia seperti pemilihan penyedia melalui e-katalog yang mulai menjadi pilihan utama KPA dalam memilih penyedia.

Ia mengatakan, PT Permata Anugerah Yalapersada ditetapkan sebagai pemenang tender dengan penawaran sebesar Rp 95.726.184.456,86 dari total HPS Rp 96.312.597.942,45. 

Padahal, katanya, terdapat tiga peserta lain yang menawarkan harga lebih rendah, seperti PT Gunakarya Nusantara Rp 91 miliar, PT Bumi Aceh Citra Persada Rp 91,35 miliar, dan PT Cimendangsakti Kontrkindo Rp 92,92 miliar. 

Ketiga peserta tersebut dinyatakan gugur dengan alasan yang sama, yakni tidak dapat mengklarifikasi tenaga manajerial untuk posisi manajer teknik.

“Alasan itu tidak mungkin, karena jika dilihat dari pengalaman peserta lain bukan perusahaan kaleng-kaleng, semua punya pengalaman kerja, makanya tidak mungkin alasan pokja menggugurkan dengan alasan tenaga teknis,” ujarnya.

TTI juga menyampaikan ke KPPU dugaan keterlibatan pihak berpengaruh, termasuk oknum aparat penegak hukum dan pejabat dinas. Bahkan, katanya, beberapa peserta tender hanyalah pemain pendamping atau peminjam bendera untuk memuluskan kemenangan satu pihak.

“Kegiatan ini sudah dikendalikan oleh satu orang yang tentu punya link khusus dengan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut karena beliaulah sebagai pengguna anggarannya. Jika dikaitkan dengan keterlibatan orang kuat yang mengatur pemenang, inilah yang menarik perhatian. Siapa seseorang yang diduga orang kuat yang dekat dengan pengambil kebijakan,” katanya.

Nasruddin berharap KPPU menggunakan kewenangannya untuk mengungkap dugaan permainan ini. 

“KPPU punya instrumen membuka yang tersembunyi yang orang luar tidak dapat mengaksesnya. Publik butuh kejelasan,” katanya.

Selain itu, TTI juga meminta KPPU memantau enam proyek besar lainnya dari APBD Sumatera Utara 2025 yang kini dilakukan melalui e-katalog, seperti proyek jalan provinsi ruas Sipiongot–BTS Labuhan Batu senilai Rp 96 miliar. Selanjutnya peningkatan struktur jalan provinsi pada ruas Utama Baru–Sipiongot di Kabupaten Padang Lawas Utara sebesar Rp 61,800 juta.

Kemudian pembangunan Jaringan Distribusi utama (GDU) Martubung di Desa Martubung, Kecamatan Medan Labuhan senilai Rp 58,499 miliar, pembangunan jembatan Idano Noyo di Kabupaten Nias Barat sebesar Rp 47,5 miliar, pembangunan Jembatan Aek Sipange sebanyak Rp 22 miliar, dan rekonstruksi Peningkatan Struktur Jalan Provinsi Ruas Aek Kota Batu–Bts Tobasa di Kabupaten Labuhan Batu Utara senilai Rp 18,75 miliar.

“Pasca OTT pejabat di Provinsi Sumatera Utara oleh KPK boleh dijadikan momentum bersih bersih yang tentunya dimulai dari itikad baik pemimpin tertingginya yaitu Gubernur Sumatera Utara Boby Nasution, untuk mencapai pemerintahan yang bersih,” pungkasnya.***

Tulisan ini telah tayang di AJNN.net dengan judul “KPPU Medan Telusuri Dugaan Persekongkolan Tender Gedung Kejatisu Rp 96 Miliar”, klik untuk baca: https://www.ajnn.net/