BANDA ACEH – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia memanggil Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar, untuk dimintai keterangan terkait laporan dugaan persekongkolan tender pembangunan Kantor Kejati Sumut senilai Rp 96,3 miliar. Dalam surat panggilan bernomor 802/DH/P/VII/2025 tersebut, Nasruddin Bahar diminta menjumpai Tim Penyidik KPPU di Kantor Wilayah I Medan, Rabu, 23 Juli 2025 pukul 09.00 WIB.
“Untuk didengar keterangannya sebagai Pelapor dalam penyelidikan awal perkara laporan Nomor 51-58/DH/KPPU-L/VII/2025 tentang dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait tender pembangunan gedung Kejatisu pada Satuan Kerja Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran APBD 2025,” bunyi surat panggilan yang ditandatangani oleh Plh Direktur Investigasi ub. Koordinator Satuan Tugas, Ridho Pamungkas, pada 15 Juli 2025 tersebut.
Sebelumnya, Koordinator TTI Nasruddin Bahar kepada media ini menyampaikan rencananya untuk melaporkan dugaan persekongkolan tender paket pembangunan gedung Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Proyek ini menghabiskan dana sebesar Rp 96,3 miliar.
“Kami meminta KPPU menyelidiki laporan ini dan berharap ditindaklanjuti meski kami menerima banyak masukan bahwa dugaan kejahatan pada proyek ini tidak akan diproses karena banyak orang besar di belakangnya,” kata Nasruddin, Rabu, 2 Juli 2025.
Pelaporan ini, kata Nasruddin, akan dilakukan ke KPPU Wilayah Sumatera Utara. Dia mengatakan laporan ini didasarkan pada hasil evaluasi penawaran tender yang dimenangkan oleh sebuah perusahaan yang beralamat di Surabaya, Jawa Timur. Perusahaan itu mengajukan penawaran sebesar Rp 95,7 miliar.
Nasruddin mengatakan tender paket pembangunan gedung Kejatisu itu diikuti empat peserta, yakni PT Gunakarya Nusantara, PT Bumi Aceh Citra Persada, PT Cimendang Sakti Kontrakindo, dan PT Permata Anugrah Yalapersada.
Nasruddin mengungkapkan indikasi persekongkolan, atau pengaturan penawaran, terlihat dari kesalahan tiga perusahaan yang tidak memiliki dan melampirkan SKK personil teknik manajerial. Padahal, kata Nasruddin, ketiga perusahaan itu selalu mendapatkan pekerjaan.
“Sangat tidak masuk akal persyaratan dasar personil teknik manajerial mereka tidak dilampirkan, tidak dapat diklarifikasi. Ini mustahil,” kata Nasruddin.
Nasruddin juga mengungkapkan bahwa nilai penawaran yang mendekati harga perkiraan sementara (HPS) adalah salah satu indikasi persekongkolan yang dijelaskan dalam Undang-Undang Persaingan Usaha. Dia menduga pemenang tender diatur oleh ketiga perusahaan itu.
Perusahaan yang ditetapkan sebagai pemenang tender, kata Nasruddin, hanya menawarkan 99,4 persen dari HPS. Dalam istilah tender, kedekatan harga taksiran itu diistilahkan “buang asal saja”. Nasruddin mengatakan kemenangan salah satu perusahaan itu diarahkan jauh hari sebelum pemenang paket diumumkan.
Jika kelak KPPU membuktikan praktik persekongkolan pada tender ini, maka semua perusahaan itu bakal dikenai sanksi black list. Mereka juga bakal didenda sesuai peraturan yang berlaku.
Nasuruddin mengatakan, berdasarkan data di LPSE Sumatra Utara 2025, paket pembangunan gedung Kajatisu ini berada di wilayah Satuan Kerja Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Kadis PUPR Sumatra Utara ini adalah pengguna anggaran yang baru saja terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi di Tapanuli Selatan.***
Tulisan ini telah tayang di AJNN.net dengan judul “KPPU Respons Laporan TTI Terkait Dugaan Persekongkolan Tender Pembangunan Kantor Kejati Sumut Senilai Rp 96,3 Miliar”, klik untuk baca: https://www.ajnn.net/